Kita pastinya pernah membantu atau melakukan jual beli tanah dan bangunan, baik itu milik sendiri, miliki saudara atau orang tua. Lalu apa yang harus diketahui sebelum adanya jual beli tersebut terjadi?
Pada kebanyakan orang, jual beli dilangsungkan saja di hadapan notari/PPAT setempat dimana objek tanah dan bangunan itu berlokasi. Banyak orang merasa sudah “beres” apabila sudah menyerahkan transaksi tersebut kepada Notaris. Namun akan lebih baik jika anda mememiliki pengetahuan yang cukup ketika jual beli itu terjadi, sehingga anda dapat membekali diri untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak sejalan dengan peraturan.
Perlu di cek terlebih dahulu status dari kepemilikan atas objek jual beli (tanah dan/atau bangunan). Jika objek tersebut belum bersertifikat, tetapi hanya AJB, maka harus dicek lebih jauh sejarah atas kepemilikan tanah tersebut. Biasanya berupa girik yang berisi uraian catatan atas kepemilikan tanah tersebut. Ingat membeli tanah yang masih dalam status “Girik” harus benar-benar di teliti dan di lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Banyak kasus tanah dalam status “Girik” yang berujung pada sengketa.
Apabila status objek tersebut sudah bersertifikat, maka harus dicek terlebih dahulu siapa pemilik yang tercantum di sertifikat tersebut, apakah nama pemilik dalam sertifikat tersebut masih hidup atau sudah meninggal. Jika masih hidup, proses akan lebih mudah. Pihak penjual dan pembeli dapat langsung berhadapan di muka pejabat PPAT setempat (PPAT sesuai tanah dan bangunan tersebut berlokasi). Jika pemilik seritifikat tersebut sudah meninggal, maka yang bertindak sebagai penjual adalah ahli waris dengan melampirkan surat keterangan ahli waris yang diterbitkan oleh Kelurahan dan di sahkan oleh Kecamatan setempat. Peralihan dari sertifikat yang pemiliknya masih hidup, maka prosesnya akan langsung dibalik namakan ke atas nama yang dimaksud. Bagi sertifikat yang pemilinya telah meninggal, maka akan dilakukan balik nama terlebih dahulu ke atas nama ahli waris, yang kemudian akan di balik namakan kepada pembeli. Tentunya peroses ini juga dibarengi dengan adanya pembayaran kewajiban para pihak yaitu perpajakannya.
Proses selanjutnya menghadap pejabat PPAT setempat untuk dilakukan penandatangan AJB (AKta Jual Beli) dan juga dilakukan pembayaran pajak-pajak sesuai peraturan yaitu pajak penghasilan (PPH Ps 23) dan Bea perolehan tanah dan bangunan (BPHTB). Pajak Penghasilan dibayarkan oleh pembeli sebesar 2% dari nilai total pengalihan hak atas tanah yang di transaksikan. Sementara Pihak penjual membayarkan BPHTB dengan dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dengan besaran tarif 5% dari nilai perolehan objek pajak dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya pajak yang harus dibayar bergantung pada kedua hal tersebut.
Gedung Arva Lt.3 , Jalan Gondangdia
No: 40 BC, Kel. Gondangdia, Kec. Menteng, Jakarta Pusat
illiansri.lawoffice@islaw.id
+6281211495572 / +6281282032922
© ISLAW. All Rights Reserved.